Lecturer Weblog | Universitas Negeri Padang

 Minggu, 08-Desember-2024

Blog Post Section -->

Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana


Minggu, 8 Desember 2024 | 03:09 WIB

Indonesia merupakan negara kepulauan tempat bertemunya tiga lempeng besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempabumian yang cukup tinggi. Permasalahannya adalah sudahkah masyarakat mengenal dengan baik berbagai jenis dan karakter bahaya alam tersebut dan siapkah mereka mengantisipasinya. Berbagai bentuk gejala alam yang terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, banjir, lumpur panas, kebakaran hutan dan gunung meletus. Potensi bencana alam yang tinggi yang dimiliki wilayah-wilayah di Indonesia pada dasarnya merupakan refleksi dari kondisi geografis yang sangat khas untuk wilayah tanah Indonesia.  Beberapa faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bencana dan kurangnya kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana tersebut. Khusus untuk gempa bumi korban yang meninggal banyak terjadi karena tertimpa reruntuhan akibat bangunan yang roboh.

Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal disarankan dibangun sejak dini dalam diri setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam khasanah pustaka pengurangan risiko bencana yang dipaparkan dalam Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana (International Strategy for Disaster Reduction/ISDR), ada empat argumen dasar yang mendukung pentingnya kearifan lokal yaitu (1) Berbagai praktik dan strategi spesifik masyarakat asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, yang telah terbukti sangat berharga dalam menghadapi bencana-bencana alam, dapat ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas-komunitas lain yang menghadapi situasi serupa, (2) Pemaduan kearifan lokal ke dalam praktik-praktik dan kebijakan-­kebijakan yang ada akan mendorong partisipasi masyarakat yang terkena bencana dan memberdayakan para anggota masyarakat untuk mengambil peran utama dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana., (3) Informasi yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat membantu meningkatkan pelaksanaan proyek dengan memberikan informasi yang berharga tentang konteks setempat, (4) Cara penyebarluasan kearifan lokal yang bersifat non-formal memberi sebuah contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain dalam hal pengurangan risiko bencana

Semenjak terjadinya gempa bumi di Sumatera Barat yang meluluhlantakkan sebagian daerahnya khususnya Padang dan Pariaman, masyarakat diingatkan kembali akan kemampuan beberapa rumah adat Minangkabau ini untuk bertahan dari sifat destruktif gempa. Ironi ini menurut Watson (ISDR, 2009:32) memperlihatkan bahwa satu praktek kearifan lokal saja tidak dapat berperan banyak dalam mengurangi risiko bencana. Kedua, terbukti bahwa ketika yang tradisional digeser oleh yang modern, masyarakat dapat menjadi lebih rentan terhadap risiko bencana. Deforestasi juga membuat keadaan makin parah. Kayu keras yang diperlukan untuk membangun rumah tradisional sekarang makin sulit didapatkan. Akibatnya, pelbagai metode dan teknik pembangunan rumah tradisional secara perlahan mulai dilupakan orang karena beton dan batu bata telah menggantikan kayu sebagai bahan bangunan. Alesyanti (2003;335) dalam disertasinya juga menyatakan sebagian masyarakat Minangkabau dalam kenyataannya mengalami proses pelapukan identitas dan jati diri. Terdapat suatu gambaran yang menyedihkan, dimana spirit dan ruh ke-Minang-an anak nagari semakin lama semakin memudar. Proses sosialisasi di dalam keseharian masyarakat, semakin diwarnai oleh nilai-nilai asing. Berdasarkan fenomena alam yang terjadi, manusia haruslah memahami mekanisme kejadian alam dengan merencanakan dan mengelola cara yang dapat mengurangi akibat dari bencana alam tersebut. Salah satunya adalah kearifan arsitektur rumah gadang dalam mitigasi bencana.

Arsitektur Rumah Gadang Minangkabau sebagai kearifan lokal dalam mitigasi bencana adalah pertama pemilihan lahan untuk perumahan memilih tempat yang datar, kedua denah bangunan yang berbentuk persegi panjang menjadi massa bangunan yang cukup ideal dan stabil apabila terjadi gempa, ketiga semua sambungan komponen struktur bangunan rumah gadang menggunakan sistem pasak, keempat kemiringan pada kolom/ badan rumah gadang dimaksudkan agar gaya yang bekerja pada struktur bangunan rumah gadang lebih stabil dan kokoh, kelima material yang berstruktur ringan, keenam susunan segitiga pada atap membentuk struktur yang stabil dan kokoh, ketujuh pondasi rumah gadang tidak tertanam ke dalam tanah, dan terakhir ke delapan bentuk atap yang lancip berguna untuk membebaskannya dari endapan air hujan pada ijuk yang berlapis-lapis, sehingga air hujan yang betapapun sifat curahnya, akan meluncur dengan cepat pada atapnya. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan Rumah Gadang merupakan suatu karya arsitektur yang seimbang dan disesuaikan dengan iklim alam yang tropis dan geologi yang labil. Masyarakat Minangkabau sejak dahulu juga tumbuh dengan arif menyikapi lingkungan di sekitar mereka.

Daftar Pustaka

Strategi International untuk Pengurangan Bencana (ISDR). 2008. Kearifan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana: Praktik-praktik yang Baik dan Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Pengalaman­pengalaman di Kawasan Asia-Pasifik. Universitas Kyoto – Universitas Eropa

Mutakin, Awan. (2008). Individu, Masyarakat dan Perubahan Sosial.Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia press

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta

Syamsidar. (1991). Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Barat. Dekdikbud

Ernawi, I. S. (2009)‘Kearifan Lokal Dalam Perspective Penataan Ruang’, Prosiding Seminar Nasional Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan, Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang, 7 Agustus 2009

Sumaatmadja, Nursid. (2010). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung. Alfabeta

Maryani, E (2011). Pengembangan Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial. Bandung : Alfabeta

Triyadi,Sugeng, Iwan Sudradjat dan Andi Harapan. 2010. Kearifan Lokal pada Bangunan Rumah Vernakular di Bengkulu dalam Merespon Gampa; Studi Kasus: Rumah Vernakular di Desa Duku Ulu. Local Wisdom Vol. II, No. 1, hal: 1-7

Maryani. 2007. Model Sosialisasi Mitigasi pada Masyarakat Daerah rawan Bencana di Jawa Barat. UPI