Apakah ada pola spasial atau bentuk
tatanan geografis di lokasi kota, pabrik industri, pohon di hutan, pusat gempa
bumi, wabah penyakit, atau sarang spesies burung? Para ahli geografi dan
ilmuwan lain mencari pola geografi atau tata ruang di berbagai fenomena, dengan
harapan hal ini akan mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang proses
yang menghasilkan pola semacam itu. Dalam mencari sebuah pola, atau hubungan
spasial, dengan memetakan lokasi di mana benda-benda tertentu berada. Manusia
sebagai makhluk sosial maka manusia tidak hidup
sendiri-sendiri akan tetapi hidup bersama dan membentuk kelompok-kelompok,
demikian pula halnya dengan rumah tempat tinggalnya akan dibangun secara
bersama-sama sehingga berkelompok atau tersebar dalam suatu wilayah, dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang diperlukan penghuninya, selanjutnya disebut
dengan permukiman (settlement).
Permukiman
dikategorikan kedalam dua bagian yaitu permukiman perkotaan dan permukiman
perdesaan, walaupun karakteristik kedua permukiman tersebut mempunyai kesamaan
tetapi akan berbeda jika dilihat berdasarkan variasi kondisi geografis suatu
wilayah. Sejalan dengan hal itu, Koestoer
Pada
hakekatnya analisa keruangan adalah analisa lokasi yang menitik beratkan kepada
tiga unsur geografi yaitu jarak, kaitan dan gerakan. Ketidakpuasan orang dalam
membeicarakan pola permukiman pola permukiman (settlements) secara deskriptif menimbulkan gagasan untuk
membincangkan secara kuantitatif. Pola permukiman dikatakan seragam (uniform),
random atau mengelompok dan lai sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat
kuantitatif. Dengan cara demikian pembandingan antara pola permukiam dapat
dilakukan dengan lebih baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dalam segi
ruang (space). Pendekatan sedemikian ini disebut analisa tetangga terdekat (nearest neigbour analysis). Analisa
seperti ini memerlukan data tentang jarak antara satu permukiman dengan
permukiman yang paling dekat yaitu permukiman tetangga yang terdekat.
Sehubungan dengan hal ini tiap permukiman dianggap sebagai sebuah titik dalam
ruang. Meskipun demikian analisa tetangga terdekat ini dapat pula digunaka bagi
menilai pola penyebaran fenomena lain seperti pola penyebaran tanag longsor,
pola penyebaran puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan lain
sebagainya. Pada hakekatnya analisa tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk
daerah di mana antar satu permukiman dengan permukiman lain tidak ada
hambatan-hambatan alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara dua
permukiman yang relatif dekat tetapi dipisahkan oleh suatu jurang. Oleh karena
itu untuk daerah-daerah yang merupakan suatu dataran di mana hubungan antara
satu permukiman dengan permukiman lainnya tidak ada hambatam alamiah yang
berarti, maka analisa tetangga terdekat ini akan nampak nilai praktisnya
misalnya untuk perancangan letak dari pusat-pusat pelayanan sosial seperti
rumah sakit, sekolah, kantor pos, pusat rekreasi dan lain sebagainya.
Struktur penggunaan lahan merupakan
refleksi dari struktur perekonomian dan preferensi masyarakat. Struktur
perekonomian dan preferensi masyarakat ini bersifat dinamis sejalan dengan
pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan, sehingga struktur penggunaan
lahanpun bersifat dinamis. Dinamika struktur penggunaan lahan bisa berkembang
kea rah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan juga sebaliknya, karena
terakumulasinya biaya sosial, biaya intertemporal. Konversi lahan pertanian
yang terjadi juga meruapakan salah satu konsekuensi seperti perluasan kota yang
membutuhkan lahan untuk pertumbuhan ekonomi kota. Urbanisasi yang tinggi di
Indonesia dipicu oleh adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi yang terlalu besar
antar perkotaan dengan perdesaan, akibatnya pada perkotaan terjadi peningkatan
permintaan lahan untuk keperluan sar ana maupun infrastruktur lainya yang membutuhkan
tersedianya lahan
Perubahan
penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu
lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya. Penggunaan lahan dibagi menjadi
dua kelompok utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non
pertanian. Perubahan penggunaan lahan juga dapat diartikan dengan bertambahnya
suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya
diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu
waktu ke waktu berikutnya, atau
berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda
Jumlah
penduduk dan aktivitas pembangunan
yang semakin meningkat menuntut
ketersediaan lahan terutama lahan
permukiman dan fasilitasnya juga meningkat pesat, sedangkan ketersediaan lahan
terbatas. Ketidakseimbangan akan hal
tersebut memungkinkan terjadinya pemusatan permukiman di daerah/ wilayah
tertentu yang kemudian akan membentuk pola persebaran permukiman tertentu dan
berbeda-beda, terjadinya kenaekaragaman pola persebaran permukiman sebagai
wujud persebaran penduduk yang tidak merata. Sehingga dibutuhkan informasi mengenai
perubahan penggunaan lahan dan pola persebaran permukiman dalam kaitannya
dengan tata guna lahan pada perencanaan kota.
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Permukiman
Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia
pangan, sandang, permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman
menempati posisi yang sentral, dengan demikian peningkatan permukiman akan
meningkatkan pula kualitas hidup. Permukiman digambarkan sebagai suatu tempat
tinggal atau daerah, dimana penduduk berkelompok dan hidup bersama. Mereka
membangun rumah – rumah, jalan-jalan dan sebagainya guna kepentingan
mereka. Pada pengertian ini arti permukiman lebih banyak kearah wujud fisik,
sebagai aktivitas manusia dan penduduk dalam memenuhi sebagian hidupnya
terutama kebutuhan bertempat tinggal
Perbedaan pola persebaran permukiman juga dipengaruhi
oleh topografi suatu wilayah. Topografi yang dimaksud disini adalah ketinggian
tempat dan kemiringan lereng. Ketinggian tempat dan kemiringan lereng
berpengaruh terhadap manusia dalam memilih dan mendirikan permukiman. Manusia
cenderung akan bermukim ditempat datar dengan ketinggian rendah ±2-100m diatas
permukaan laut dan dengan kemiringan lereng sekitar 0-15% (USDA dalam BAPPEDA,
2011), karena didaerah tersebut daya dukung tanahnya baik untuk membangun suatu
permukiman karena memiliki kekuatan tanah untuk mendukung atau menahan beban
pondasi tanpa terjadi keruntuhan akibat menggeser, sehingga pada keadaan
topografi tersebut pola persebaran permukimannya akan mengarah ke pola acak
bahkan seragam
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Pola Permukiman
Analisa keruangan adalah analisa lokasi yang menitik
beratkan kepada tiga unsure geografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction)
dan gerakan (movement)
Bintarto dan
Surastopo Hadisumarno dalam Anggit (2017:32) mengatakan bahwa pola permukiman
dan agihan permukiman memiki hubungan yang sangat erat. Agihan permukiman
membicarakan hal dimana terdapat permukiman dan dimana tidak terdapat dalam
suatu wilayah, atau dengan pernyataan lain agihan permukiman membicarakan tentang lokasi
permukiman. Pola permukiman membicarakan sifat agihan permukiman atau susunan
agihan permukiman. Pola permukiman ini sangat berbeda dengan pola yang bertipe
atau bercorak cara pemindahan penduduk dari suatu tempat daerah ke daerah lain,
yang mencakup proses kegiatan penempatan penduduk atau pemindahan penduduk dari
permukiman asal ke permukiman baru.
Sedangkan pola persebaran permukiman desa menurut Paul H. Landis (dalam Bintarto, 1983:43) lebih menekankankan pada segi agrarisnya,
yaitu pertanian sebagai bidang mata pencaharian kebanyakan penduduk perdesaan. Klasifikasinya antara
lain: Thefarm village type, The nebulous
farm type, The arranged isolated farm type, dan The arranged isolated farm type.
<!--[if !supportLists]-->a)
<!--[endif]-->The farm village type yaitu Tipedesa yang
penduduknya tinggal bersama di suatu tempat dengan lahan pertanian
disekitarnya.
<!--[if !supportLists]-->b) <!--[endif]-->The nebulous farm
type yaitu Tipe desa yang
sebagian besar penduduknya tinggal bersama di suatu tempat dengan lahan pertanian
disekitarnya dan sebagian kecil penduduknya tersebar keluar permukiman pokok
karena permukiman pokok sudah padat.
<!--[if !supportLists]-->c)
<!--[endif]-->The arranged isolated farm type yaitu Tipe desa yang penduduknya bermukim sepanjang jalan utama.
<!--[if !supportLists]-->d) <!--[endif]-->Pureisolated type yaitu Tipe desa yang
penduduknya tinggal tersebar, terpisah dari lahan pertanian masing-masing dan
terpusat pada satu pusat perdagangan.
Sejalan dengan Paul
H. Landis, menurut Alvin L. Bertrand (dalam Bintarto, 1983:46) Pola persebaran
permukiman desa memiliki perpaduan kesamaan dengan teori Bintarto dan Landis,
tetapi juga dihubungkan dengan lokasi mata pencaharian penduduknya, yaitu
antara lain sebagai berikut :
<!--[if !supportLists]-->a)
<!--[endif]-->Nucleated Agricultural Village Community yaitu permukiman desa saling menggerombol/mengelompok, jarak lahan
pertanian jauh dari permukiman penduduk..
<!--[if !supportLists]-->b)
<!--[endif]-->Line Village Community yaitu permukiman
berupa deretan memanjang di kanan kiri jalan atau sungai. Penduduk menyusun
tempat tinggal mengikuti aliran sungai atau jalur jalan yang merupakan jalur
lalu lintas mata pencaharian dan membentuk suatu deretan perumahan.
<!--[if !supportLists]-->c)
<!--[endif]-->Open Country Village, yaitu dimana
penduduk desa memilih atau membangun tempat-tempat kediamannya tersebar di
suatu daerah pertanian, sehingga dimungkinkan adanya hubungan dagang, karena
adanya perbedaan produksi dan kebutuhan. Pola ini
disebut juga trade centre community.
Kriteria yang paling umum untuk penentuan batas
spasial permukiman dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori besar: 1)
homogenitas, berdasarkan unit spasial yang dapat dikelompokkan dalam parameter
variasi statistik minimum indikator sederhana
Pada
hakekatnya analisa tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk daerah di mana
antar satu permukiman dengan permukiman lain tidak ada hambatan-hambatan
alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara dua permukiman yang
relatif dekat tetapi dipisahkan oleh suatu jurang..
Bibliography
<!--[if supportFields]> BIBLIOGRAPHY <![endif]-->Mulyana, R. (2013). Merancang
Pemukiman Sehat dan Berwawasan Lingkungan. Medan: UNIMED.
Rustiadi, E. (2007). Perencanaan dan pengembangan
wilayah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
<!--[if supportFields]><![endif]-->